Contoh ESSAY "Lingkungan Hidup"



“FROM ZERO TO HERO”
( Hal kecilpun akan berdampak besar nantinya)

            Menyandang predikat sebagai Negara terbesar ke dua –setelah China- dalam kategori  penghasil sampah plastik terbanyak di dunia tak cukup untuk membuat masyarakat Indonesia jera dalam mengkonsumsi sampah plastik setiap harinya. Penggunaan plastik seolah tidak ada hentinya di kalangan masyarakat, meskipun tahun ini pemerintah mulai menggalakkan program ‘Kantung Kresek berbayar’, rasanya masih belum cukup untuk menanggulangi masalah sampah di tanah air. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan serta kesehatan dirasa ‘masih’ kurang, mengingat kebiasaan sebagian besar warga yang masih suka seenaknya terhadap lingkungan sekitar. Padatnya penduduk juga berperan dalam banyaknya jumlah sampah di Indonesia, 175.000 ton sampah per-hari dihasilkan di Indonesia,baik sampah rumah tangga, limbah pabrik dan limbah industri. Untuk Ibukota sendiri, menghasilkan 6.000-6.500 ton tiap harinya, bisa dibayangkan akan jadi seperti apa Negara kita nantinya jika angka-angka tersebut tidak berkurang dan semakin bertambah banyak? Membahas masalah lingkungan memang tidak ada habisnya, satu masalah akan menimbulkan masalah-masalah lingkungan lainnya, seperti kasus air keruh yang terjadi belakangan ini. 8 juta ton sampah plastik dibuang ke laut setiap tahunnya, dan 64% dari 470 daerah aliran sungai di Indonesia dinyatakan dalam keadaan kritis. Melihat keadaan yang seperti ini, masih pantaskah rakyat mengeluh akan kondisi air yang keruh dan tak layak pakai? Sedangkan kebiasaan buruk merekalah yang menyebabkan permasalahan tersebut, berhenti melimpahkan masalah kepada Pemerintah, karena dalam kasus ini, Pemerintahan Indonesia telah mati-matian menggalakan upaya penanggulangan sampah dan air bersih, dan tugas kita sebagai penduduk untuk mendukung serta melaksanakan program-program tersebut.
            Belajarlah untuk menghargai lingkungan, menanamkan jiwa bersih dan anti kuman, menciptakan lingkungan yang sehat dan aman. Salah satunya adalah menerapkan kegiatan ‘membuang dengan bijak’, hal sederhana tersebut dapat menjadi awal yang baik untuk menuju perubahan yang besar, mengingat kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka grusah-grusuh dan cenderung masa bodoh akan keadaan lingkungan sekitar, sudah dipastikan banyak sekali masyarakat yang menyepelekan ‘tempat sampah hijau’ dan ‘tempat sampah biru’. Pernahkah memeriksa tempat sampah tersebut? Coba sesekali anda buka dan anda lihat, semua sampah sama, sampah basah, kering, daun, palstik, kertas, minuman, sisa makanan, semua bercampur. Karena kebiasaan mereka yang ‘asal buang’, jangan hanya buang sampah pada tempatnya saja yang perlu diperhatikan, tapi ‘membuang dengan bijak’lah yang menjadi point utamanya, dalam membuangpun kita harus selektif, lantas apa gunanya pemerintah menyediakan dua tempat sampah berdampingan dengan fungsi yang berbeda jika ujung-ujungnya sampah tidak terpilah dengan benar? Sepele memang, tapi berdampak besar. Sampah-sampah plastik yang semula dapat dirombak menjadi barang yang bernilai, menjadi tidak difungsikan dengan baik, dikarenakan sampah plastik yang telah terkontaminasi dengan sampah-sampah kotor lainnya.
            Gambaran Negara dengan lingkungan yang bersih serta tata tertib yang tinggi memang menjadi dambaan setiap warga. Berhenti membanding-bandingkan Negara kita dengan Negara-negara Eropa yang mungkin lebih tertata, tapi ayo ciptakan terobosan baru yang mampu mengangkat Indonesia dari permasalahan yang membelit, karena seperti yang kita lihat, Negara kita masih sering mengadopsi ide atau teknologi yang diterapkan oleh bangsa lain,  sehingga sangat ironis apabila hal itu masih terjadi sementara Negara kita ingin lebih unggul dari Negara mereka. Maka dari itu, ciptakan inovasi baru, gagasan baru, dan sistem teknologi baru, sehingga perlahan namun pasti Indonesia akan sejajar dengan Negara-negara maju di dunia. Tidak perlu gegeabah dengan memulai dari sesuatu yang besar, tapi mulailah dari hal sederhana, seperti mendukung fasilitas pemerintah, apa contohnya? Transportasi umum. Menggunakan transportasi umum memang salah satu options sederhana dalam mengurangi kepadatan lalu lintas serta meningkatkan keamanan dalam berkendara, otomatis asap-asap kendaraan bermotor semakin berkurang dan udara bersih tetap terjaga, disaat Negara-negara lain berbondong-bondong dalam menciptakan asupan oksigen yang bersih, penduduk Indonesia malah berbondong-bondong mengendarai kendaraan pribadi mewah milik mereka, jadi apa salahnya jika kita memanfaatkan fasilitas yang diberi pemerintah ?, toh pada akhirnya kita pula yang merasakan dampaknya. Terobosan baru yang dapat dilakukan adalah penerapan budaya ‘bersepedah’. Sekolah-sekolah juga bisa mengadakan program ‘Wajib bersepedah’ bagi para siswa dan guru serta karyawannya, tidak perlu setiap hari, cukup satu atau dua kali dalam seminggu, saya yakin akan berdampak pada lingkungan sekitar, selain itu sering mengadakan sosialisasi dengan sekolah-sekolah lain yang masih dalam satu wilayah untuk bekerjasama dalam hal lingkungan, melakukan penanaman pohon disekitar jalan mungkin, atau pembersihan sampah di sepanjang jalan dekat aliran sungai, dan kegiatan-kegiatan bermanfaat lainnya. Pembekalan tentang lingkungan juga harus ditekankan dalam setiap sekolah, lantas bagaimana dengan anak-anak jalanan? Anak-anak jalanan juga wajib mendapat pendidikan atau paling tidak mendapat bimbingin serta pengetahuan-pengetahuan sederhana. Pasalnya, mereka juga masuk dalam calon generasi-generasi penerus bangsa. Jika suatu daerah mengabaikan keberadaan anak jalanan,maka secara tidak langsung daerah tersebu kehilangan calon-calon Sumber Daya Manusia (SDM) hanya dikarena pengetahuan mereka yang sangat minim dan tidak memiliki ketrampilan khusus, maka janganlah mengabaikan ‘anak jalanan’.  Kita wajib bersyukur, karena setidaknya banyak masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa sosial yang tinggi, hal tersebut dapat kita lihat dari banyaknya organisasi-organisasi yang bergerak di bidang sosial, dan banyak dari mereka yang turut mendirikan ‘rumah belajar’ secara cuma-cuma bagi para anak yang kurang beruntung.
            Menurut saya, tidak ada perubahan yang dihasilkan tanpa didasari dengan adanya pendidikan serta pembekalan yang baik. Disamping lingkungan keluarga, sekolah menjadi tempat yang sakral bagi para generasi muda, 12 tahun kita mengenyam pendidikan di bangku sekolah, mendapat ilmu, wawasan, pengetahuan, serta ketrampilan yang ditujukan untuk bekal dalam jenjang selanjutnya. Pendidikan menjadi faktor yang sangat  penting, generasi unggul dihasilkan dari bibit-bibit yang terpelajar. Dengan ilmu kita bisa berbagi, dengan ilmu kita bisa menciptakan inovasi, dengan ilmu kita bisa menemukan teknologi, dengan ilmu pulalah kita bisa mengangkat Indonesia dari permasalahan-permasalahan yang ada dalam negeri.
Bergeser sedikit dari topik yang dibahas, sudah bukan hal yang tabu jika sebagian besar pelajar di Indonesia senang saat waktu ‘Jamkos’ (jam kosong), rasa bosan mungkin memang menjadi faktor yang paling mendasar, dan tidak semua sekolah di Indonesia mencari solusi terhadap hal tersebut. Kenalkan mereka pada dunia luar, seperti mengadakan kunjungan ke beberapa lingkungan kumuh, biarkan mereka belajar dari ‘keadaan’ yang mereka lihat, bukan hanya dari ‘buku’ yang mereka lihat. Beri mereka ilmu tentang bagaimana menerapkan perilaku yang baik, dan tentang pentingnya kesadaran akan lingkungan sekitar untuk Indonesia yang lebih maju. Beberapa pakar lingkungan serta ilmuan-ilmuan dari beberapa Negara membuat video atau film berdurasi pendek. Film tersebut menayangkan tentang kondisi bumi dalam jangka waktu mendatang, dan saya merasa bangga, karena pada saat itu sekolah saya rutin menayangkan film pendek tersebut, dari sana saya mulai membayangkan tentang berbagai keadaan. Seperti tentang bagaimana hidup generasi-generasi puluhan tahun mendatang, tentang bagaimana bumi yang semakin kering dengan sumber air yang sangat sedikit, tentang ratusan juta orang yang bahkan tidak bisa mandi hanya karena jumlah air yang menipis dan keruh, dan berbagai ancaman penyakit yang akan ditimbulkan hanya karena pasokan air yang menipis. Perasaan takut dan ngeri akan timbul dengan sendirinya dalam diri masing-masing, biarkan mereka menjelajah dengan pikirannya sendiri, biarkan mereka bertindak sesuai dengan apa yang ada dalam perintah otak mereka, karena mau tidak mau alam bawah sadar mereka secara otomatis akan berfikir seolah-olah merekalah yang berada dalam kondisi tersebut, dan mereka akan berasumsi bahwa ‘menjaga lingkungan itu adalah ‘keharusan’ bukan ‘kesukarelaan’ semata.
Hargailah lingkunganmu, maka kamu akan dihargai olehnya. Ambil tindakan kecil yang sederhana, lalu biarkan waktu yang menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan. Jadilah orang yang mengambil tindakan, bukan hanya orang yang mengucap kritikan. Gencar dalam menuju Indonesia yang lebih baik dan wujudkan bersama. Kalau bukan kita? Siapa lagi?

By : Ristifiani Hanindia Putri (SMAN 1 Gedangan)

            

Komentar

Postingan Populer